makalahku10 - Makalah Ilmu Kalam PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG SIFAT TUHAN, KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Adanya perbedaan pendapat dalam
aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan
atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat
tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Persoalan lain yang menjadi bahan
perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan.
Tarik-menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam persoalan
ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang di bangun atas
dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap –tiap
aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah.
Faham keadilan Tuhan, dalam pemikiran
kalam, bergantung pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja? Perbedaan
pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan
penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan
sesuatu pada tempatnya.
Aliran kalam rasional yang menekankan
kebebasan manusia cenderung memahami keadilan Tuhan dari sudut kepentingan,
sedangkan aliran kalam tradisional yang memberi tekanan pada ketidakbebasan
manusia di tengah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, cenderung memahami
keadilan tuhan d ari sudut Tuhan sebagai alam semesta.
Di samping faktor-faktor di atas,
perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan
Tuhan ini didasari pula oleh perbedaan pehaman terhadap kekuatan akal dan
fungsi wahyu. Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempuyai daya yang besar.
Kekuasaan Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya.
Adapun aliran yang berpendapat sebaliknya berpendapat bahwa kekuasaan dan
kehendak Tuhan tetap bersifat mutlak.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa saja yang
berkaitan dengan perbandingan pemikiran teologi?
2.
Perbandingan antar
aliran sifat-sifat Tuhan?
3.
Perbandingan antar
aliran kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan?
C.
Tujuan
Dengan di tulisnya makalah ini penulis
bertujuan memberikan penjelasan tentang pengertian, perbandingan pemikiran
teologi tentang antar aliran yang mencakup tentang sifat-sifat Tuhan, juga
memberikan penjelasan tentang perbandingan antar aliran kehendak mutlak Tuhan
dan keadilan Tuhan. Pangkal persolan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan sebagai
pencipta alam semesta, sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala
yang ada, bahkan harus mmelampaui segala aspek yang ada itu. Penulis berharap dapat membantu memberikan sedikit penjelasan
tentang materi tersebut, dengan tujuan untuk membantu
memberikan pemahamn makna dan istilah-istilah dalam perbandingan
teologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tentang Sifat –Sifat Tuhan
Pertentangan paham antara
kaum mu’tazilah dengan kaum asy’ariyah dalam
masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak.
1.
Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat. Definisi mereka tentang Tuhan,
sebagaimana dijelaskan oleh al-asy’ari, bersifat negatif. Tuhan
tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan
sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak
berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa, dan
sebagainya, tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat
dalam arti kata sebenarnya.
Pandangan tokoh-tokoh mu’tazilah tentang
sifat-sifat Tuhan: yaitu, Pertama, “Tuhan
mengetahui“ kata Abu al-huzail, ialah Tuhan mengetahui dengan
perantara pengetahuan dan pengetahuan tersebut adalah Tuhan sendiri. Dengan
demikian, pengetahuan Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh Abu huzail adalah Tuhan
sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.
Kedua, “Tuhan mengetahui dengan
esensinya” kata al-juba’i, ialah untuk mengetahui, Tuhan tidak
berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui. Sebaliknya Abu hasyim berpendapat bahwa
arti “Tuhan mengetahui melalui esensinya”, ialah Tuhan mempunyai keadaan
mengetahui.
2.
Asy’ariyah
Kaum Ay’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan mu’tazilah di atas. Mereka
dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut al-asy’ari sendiri
tidak dapat di ingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena
perbuatan-perbuatanya. Ia juga menyatakan bahwa tuhan mengetahui, menghendaki,
berkuasa, dan sebagainya di samping mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.
Dan menurut al- baghdadi,
terdapat konsensus di kalangan kaum asy’ariah bahwa daya, pengetahuan, hayat,
kemauan, pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal. Sifat –sifat
ini kata al- ghazali, tidaklah sama dengan, malahan lain dari,
esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Uraian –uraian ini juga
membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya kaum asy’ariah mengatakan
bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan. Karena sifat-sifat tidak lain dari tuhan, adanya sifat-sifat
tidak membawa kepada faham banyak kekal.
3.
Maturidiyah
Berkaitan dengan masalah sifat Tuhan,
dapat ditemukan persamaan pemikiran antara Al-Maturidi
dengan Al-Asy’ari, seperti dalam
pendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’, bashar, dan sebaginya. Walaupun begitu, pengertian Al-Matirudi tentang sifat tuhan berbeda
dengan Al-Asy’ari. Al-Asy’ari mengartikan
sifat tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, melainkan melekat pada dzat itu
sendiri, sedangkan menurut Al-Maturidi, sifat tidak dikatakan sebagai
esensi-Nya dan bukan pula dari esensi-Nya.
Kaum maturidiyah golongan bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa
Tuhan mempunyai sifa-sifat. Persoalan banyak yang kekal, mereka selesaikan
dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan sifat-sifat
itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya
kekal,tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.
Sedangkan kaum maturidiyah
golongan samarkand dalam hal ini kelihatanya tidak sepaham dengan
mu’tazilah karena al-maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula
tidak lain dari Tuhan.
4.
Syi’ah Rafidhah
Mayoritas tokoh Rafidhah
menyifati Tuhannya dengan bada (perubahan).
Mereka beranggapan bahwa tuhan mengalami banyak perubahan. Sebagian mereka
mengatakan bahwa Allah terkadang memerintahkan sesuatu lalu mengubahnya.
Terkadang pula ia menghendaki melakukan sesuatu lalu mengurungkannya karena ada
perubahan pada diri-Nya. Perubahan ini bukan dalam arti Naskh, tetapi dalam arti bahwa pada waktu yang pertama ia tidak
tahu apa yang bakal terjadi pada waktu yang kedua.
B. Tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan
keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sebagai
pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui
segala aspek yang ada itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan
kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi
dan melampaui eksistensi-Nya.
1.
Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah yang berprinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan
sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan
oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)
yang menurut Al-Qur’an.
Oleh sebab itu, dalam pandangan
mu’tazilah, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum
yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung
arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan
kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik.
2.
Asy’ariyah
Kaum asy’ariyah , karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa
perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat
sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena
kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan keadilan dengan
menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan
mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan
kehendak-Nya.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, aliran asy’ariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan
pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat
berbuat sekehendak hati-Nya. Dengan demikian, ketidak adilan difahami dalam
arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendak-Nya terhadap makhluk-Nya. Atau dengan
kata lain, dikatakan tidak adil, bilal difahami Tuhan tidak lagi berkuasa
mutlak terhadap milik-Nya.
3.
Maturidiyah
Dalam memahami kehendak mutlak dan
keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah
bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi
penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum
maturidiyah samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mu’tazilah, tetapi
kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih
kecil daripada yang diberikan aliran mu’tazilah.
Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah
samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa
segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta
tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.
Adapun maturidiyah bukhara berpendapat
bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya
dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa
Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.
Dengan demikian dapat diambil pengertian
bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun
yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran
maturidiyah samarkand lebih dekat dekat dengan asy’ariyah.
Lebih jauh lagi, maturidiyah
bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan Tuhan haruslah di pahami
dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, al- bazdawi
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur
pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini
berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau
dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan
manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.
BAB III
KESIMPULAN
Adanya
perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi
wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula
perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan. Persoalan lain
yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah
sifat-sifat Tuhan.
Semua uraian tersebut di atas
menunjukkan bahwa dalam faham mu’tazilah kekusaan mutlak tuhan mempunyai
batasan-batasan. Adapun kaum maturidi golongan bukhara’ menganut pendapat bahwa
tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Maturidiah golongan samarkan, tidaklah
sekeras golongan bukhara’. Maka dari itu tidak perlu ditegaskan bahwa yang
menentukan batasan-batasan itu bukanlah dzat selain dari tuhan, karena diatas
tuhan tidak ada suatu dzatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas
segala-galanya. Batasan-batasan itu di tentukan oleh tuhan sendiri dan dengan
kemauan-Nya sendiri pula
Unduh dan Baca makalah diatas selengkapnya [ DISINI ]
Baca juga :
0 Response to "Makalah Ilmu Kalam PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG SIFAT TUHAN, KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN"
Post a Comment