makalahku10 - Makalah Inflasi, pertumbuhan uang, tingkat suku bunga dan pengangguran
Halo sahabat makalahku10 dalam kesempatan ini admin akan membahas Makalah Inflasi, pertumbuhan uang, tingkat suku bunga dan pengangguran.Inflasi dan pengangguran adalah dua masalah ekonomi utama yang dihadapi setiap negara. Kedua masalah ekonomi itu dapat mewujudkan beberapa pengaruh buruk yang bersifat ekonomi, politik, dan sosial. Untuk menghindari berbagai pengaruh buruk yang mungkin timbul, berbagai kebijakan ekonomi perlu dijalankan.Langsung saja simak Makalah Inflasi, pertumbuhan uang, tingkat suku bunga dan pengangguran.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflasi dan pengangguran adalah dua
masalah ekonomi utama yang dihadapi setiap negara. Kedua masalah ekonomi itu
dapat mewujudkan beberapa pengaruh buruk yang bersifat ekonomi, politik, dan
sosial. Untuk menghindari berbagai pengaruh buruk yang mungkin timbul, berbagai
kebijakan ekonomi perlu dijalankan.
Suku bunga merupakan
salah satu variabel dalam perekonomian yang senantiasa diamati secara cermat
karena dampaknya yang luas. Ia mempengaruhi secara langsung kehidupan
masyarakat keseharian dan mempunyai dampak penting terhadap kesehatan
perekonomian. Biasanya suku bunga
diekspresikan sebagai persentase pertahun yang dibebankan atas uang yang
dipinjam. Tingkat bunga pada
hakikatnya adalah harga. Seperti halnya harga, suku bunga menjadi titik pusat
dari pasar, dalam hal ini pasar uang dan pasar modal. Sebagaimana harga, suku
bunga dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme untuk mengalokasikan sumber daya
dan perekonomian.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa definisi Inflasi ?
2.
Apa Saja jenis-jenis inflasi
?
3.
Bagaimana Metode
Penghitungan Inflasi ?
4.
Apa Hubungan Pertumbuhan
Uang dengan Inflasi ?
5.
Apa Hubungan Inflasi dengan
Tingkat Suku Bunga ?
6.
Apa Hubungan Antara Suku
Bunga dan GDP ?
7.
Apa Hubungan Inflasi Dengan
Pengangguran ?
8.
Apa Saja Dampak Inflasi ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi
Inflasi
2.
Untuk mengetahui Apa Saja
jenis-jenis inflasi
3.
Untuk mengetahui Bagaimana
Metode Penghitungan Inflasi
4.
Untuk mengetahui Pertumbuhan
Uang dengan Inflasi
5.
Untuk mengetahui Hubungan
Inflasi dengan Tingkat Suku Bunga.
6.
Untuk mengetahui Hubungan
Antara Suku Bunga dan GDP
7.
Untuk mengetahui Hubungan
Inflasi Dengan Pengangguran
8.
Untuk mengetahui Apa Saja
Dampak Inflasi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Inflasi
Inflasi adalah
kecendruangan meningkatnya harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus.
Dalam pengertian yang lain, inflasi merupakan presentase kenaikan harga
sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga.
Indikator
yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga
dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket
barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya
Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut
secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern
terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi
lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1.
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga
transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan
pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas
suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web
site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id
2.
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang
diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
2.1.1 Pengelompokan Inflasi
Inflasi
yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual
consumption by purpose -
COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan
Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan
Komunikasi.
2.2 Jenis-Jenis Inflasi
Karakteristik inflasi dapat digambarkan melalui penjelasan
mengenai faktor-faktor utama yang menyebabkan inflasi, inflasi dapat disebabkan
dari sisi permintaan, sisi penawaran maupun espektasi. Factor-faktor tersebut
berpengaruh terhadap inflasi baik secara parsial maupun secara bersama-sama
atau gabungan atau gabungan dari ketiga factor tersebut.
1. Demand Pull Inflation
Pengertian
Demand pull inflation adalah inflasi yang terjadi akibat pengaruh permintaan (demand)
yang tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah penawaran produksi. Hal ini
mengakibatkan kenaikan harga barang sesuai dengan hukum permintaan yaitu
apabila permintaan tinggi sedangkan penawaran tetap maka harga akan
naik.Apabila hal tersebut berlangsung terus menerus, akan terjadi inflasi berkepanjangan.
2. Cost Push Inflation
Pengertian
cost inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang
disebabkan oleh kenaikan biaya input atau biaya faktor produksi.
3. Bottle neck inflasi atau inflasi leher botol
Pengertian
bottle neck inflasi adalah inflasi yang disebabkan oleh faktor penawaran atau
faktor permintaan.
2.3
Metode Menghitung Inflasi
Hitungan perubahan harga
tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan istilah Indeks Harga
Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Persentase kenaikan IHK
dinamakan dengan inflasi, sedangkan penurunannya dinamakan deflasi.
Indeks harga konsumen adalah nomor indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household).
IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga
sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun,
dan kontrak lainnya. Untuk memperkirakan nilai IHK pada masa depan, ekonom
menggunakan indeks harga produsen, yaitu harga
rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk membuat produknya. Untuk
mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks
Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen
(IHK) dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang
konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat
untuk komoditi yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu
(sepertti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa)
yang dibeli konsumen.
Indeks
harga Konsumen (IHK) merupakan persentase yang digunakan untuk menganalisis
tingkat/ laju inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah
untuk mengukur inflasi di Indonesia.
Di
Indonesia badan yang bertugas untuk menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK)
adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Penghitungan IHK dimulai dengan
mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah jumlah
berbagai barang dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai
produksi, IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks
tunggal yang mengukur sseluruh tingkat harga.
Badan
Pusat Statistik menimbang jenis-jenis produk berbeda dengan menghitung harga
sekelompok barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen tertentu. IHK adalah harga
sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa
yang sama pada tahun dasar.
IHK
adalah indeks yang sering dipakai namun bukanlah satu-satunya indeks yang
dipakai untuk mengukur laju inflasi. Masih ada indeks yang dapat digunakan
yakni indeks Harga Produsen (IHP), yang mengukur harga sekelompok barang yang
dibeli perusahaan (produsen bukannya konsumen)
Inflasi
yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual
consumption by purpose -
COICOP), yaitu :
8. Kelompok Bahan Makanan
9. Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, dan Tembakau
10. Kelompok Perumahan
11. Kelompok Sandang
12. Kelompok Kesehatan
13. Kelompok Pendidikan dan
Olah Raga
2.4 Hubungan Pertumbuhan Uang dengan Inflasi
Hubungan defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi
menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di
dunia. Secara teori, paling tidak ada empat pandangan yang berbeda untuk
melihat hubungan ketiga variabel tersebut. Pandangan tersebut antara lain,
yaitu kaum Monetaris Ortodoks, The Fiscal Theory of Price Level (FTPL),
Keynesian, dan Ricardian Equivalence (RE). Terdapat sebuah persepsi yang
menyatakan bahwa kebijakan anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu
yang lama dapat mempengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar
permasalahan dari ketidakstabilan makroekonomi seperti inflasi yang tinggi,
defisit current account yang besar, kewajiban utang yang besar, dan pertumbuhan
ekonomi yang rendah. Berdasarkan pengalaman interaksi kebijakan fiskal dan
moneter di Indonesia, dimana sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999,
Indonesia telah mengalami hyperinflation yang disebabkan oleh pencetakan uang
(money creation) secara berlebihan oleh Bank Indonesia untuk membiayai defisit
anggaran pemerintah akibat kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif.
Sejak diberlakukan tahun 2000, kerangka kerja Inflation
Targetting (kebijakan moneter) sudah mulai diterapkan oleh Bank Indonesia. Hal
ini mengindikasikan bahwa era fiscal dominance tidak boleh terjadi lagi di
Indonesia. Namun perubahan institusional tersebut secara empiris tidak
menghalangi kemungkinan adanya pengaruh defisit anggaran (kebijakan fiskal
ekspansif) terhadap jumlah uang beredar maupun variabel moneter (inflasi).
Pengaruh tersebut dimungkinkan antara lain karena adanya
jangka waktu antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah, sumber pendanaan
(utang domestik maupun luar negeri), dan perubahan permintaan agregat.
Penelitian ini membahas hubungan jangka panjang antara inflasi, pertumbuhan
uang, dan defisit anggaran. Penelitian ini juga akan menganalisis apakah di
Indonesia defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) mempengaruhi
pertumbuhan uang dan inflasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber,
antara lain dari Kementrian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Statistik
Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (SEKI-BI) dari berbagai edisi,
International Financial Statistic (IFS) of International Monetary Fund (IMF)
serta sumber lain yang relevan.
Data yang digunakan, diantaranya yaitu defisit anggaran
pemerintah, pertumbuhan uang (base money (M0), narrow money (M1), dan broad
money (M2)) serta IHK (Indeks Harga Konsumen) sebagai pencerminan tingkat
inflasi dengan periode waktu data antara bulan Januari 2002 hingga Desember
2009. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah
metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji
lag structure tambahan, yaitu uji lag exclusion dan weak exogeneity. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah tidak mempengaruhi
pertumbuhan uang (M0, M1, dan M2) dalam jangka panjang. Teori FTPL (the fiscal
theory of the price level) juga tidak berlaku di Indonesia, hal ini dikarenakan
dalam jangka panjang, laju inflasi tidak dipengaruhi oleh defisit anggaran.
Pertumbuhan M1 dan M2 (money supply) juga tidak mempengaruhi laju inflasi dalam
jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa teori Monetaris dan Keynesian
juga tidak berlaku di Indonesia.
Hubungan antara defisit anggaran, pertumbuhan uang dan laju
inflasi di Indonesia dapat dijelaskan oleh teori Ricardian Equivalence (RE)
dimana defisit anggaran tidak akan berpengaruh ke variabel moneter dan
perekonomian. Koordinasi yang erat antara penguasa fiskal (pemerintah) dan
moneter (Bank Indonesia) dalam menentukan instrumen dan sasaran kebijakan yang
menjadi target bersama tetap diperlukan agar pencapaian target tersebut dapat dilakukan
secara efektif dan efisien.
Walaupun defisit anggaran tidak memiliki dampak terhadap
pertumbuhan uang dan laju inflasi di Indonesia namun defisit anggaran yang
terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama, bukan tidak mungkin akan
menjadi akar permasalahan makroekonomi seperti hyperinflation, current account
deficits, overindebtness dan rendahnya pertumbuhan ekonomi. Apabila dalam
jangka panjang kebijakan defisit anggaran terus dipertahankan oleh pemerintah,
maka pembiayaan melalui money creation (pencipataan uang) lebih baik untuk
dihindari karena telah terbukti menyebabkan hyperinflation di Indonesia pada
periode 1965 hingga 1970. Disatu sisi, sesuai dengan UU No.23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia dimana Bank Indonesia yang telah memiliki kebijakan
moneter Inflation Targetting Framework (ITF) akan berhasil dalam menetapkan
inflasi yang ditargetkan jika salah satu persyaratan dapat dipenuhi yaitu tidak
adanya dominasi sektor fiskal terhadap kebijakan moneter. Hal tersebut
dikarenakan kebijakan defisit anggaran masih efektif, tetapi efisiensinya harus
diperhitungkan secara cermat.
2.5 Hubungan Inflasi
Dengan Tingkat Suku Bunga
Berdasarkan data empiris,
tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari
uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah
uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya.
Berdasarkan fakta ini, maka jelas bunga tidak membuat orang lebih kaya jika
uangnya ditabungkan atau didepositokan, tetapi malah sebaliknya.
Sekarang timbul
pertanyaan, mengapa inflasi atau suku bunga membuat orang lebih miskin?
Jawabnya yaitu bahwa, inflasi menimbulkan biaya. Jika inflasi menimbulkan
biaya, maka bunga juga menimbulkan biaya. Biaya uang yaitu suku bunga (interest) yang ditimbulkan
oleh inflasi (Mankiw. 2007) yaitu;
1). Biaya pulang pergi ke bank untuk
mengambil uang (shoeleather
cost),
2). Biaya perusahaan untuk merubah harga
karena inflasi (menu cost),
3). Biaya ketidak nyamanan hidup dengan
selalu berubahnya harga,
4). Pajak yang dibebankan pada keuntungan
(sebab pajak selalu menenetukan besarnya pajak dari keuntungan nominal bukan
dari keuntungan riil, padahal dengan adanya inflasi, maka keuntungang riil
lebih kecil sedangkan pajak yang dibayarkan lebih besar).
Dalam teori klasik, bahwa “bunga” merupakan
harga kapital (price of
capital), dimana apabila permintaan modal (uang) naik maka bunga
akan naik pula, tetapi orang meminta uang atau meminjam uang bukan semata-mata
untuk investasi tetapi juga untuk transaksi (konsumsi) dan spekulasi. Meskipun
demikian peminjam tetap dikenakan bunga. Itulah sebabnya dalam ekonomi
kapitalis, kegiatan transaksi ekonomi lebih banyak di sektor keuangan ini
dibandingkan dengan sektor riil.
Selanjutnya diketahui pula bahwa, tingkat
bunga mempunyai hubungan dengan tingkat inflasi. Hubungan tingkat bunga nominal
dan tingkat bunga riil dengan inflasi dapat ditulis sebagai berikut:
i = r + π
Persamaan di atas merupakan persamaan
Irving Fisher (Fisher
equation). Dari persamaan tersebut ditunjukkan bahwa, tingkat bunga
bisa berubah karena dua alasan (Makiw. 2007) yaitu;
1). Karena tingkat bunga riil berubah dan
2). Karena tingkat inflasi berubah
Menurut teori kuantitas, kenaikan dalam
tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan tingkat inflasi
sebesar 1 persen, selanjutnya dari persamaan Fisher dapat dinyatakan pula bahwa
kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan menaikkan suku bunga nominal
sebesar 1 persen. Dari fakta ini jelas bahwa suku bunga dan inflasi mempunyai
hubungan yang positif.
2.6 Hubungan Antara Suku Bunga dan GDP
Nilai uang menjadi sangat
penting karena perubahan nilai uang yang salah satunya ditunjukkan oleh inflasi
sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi baik disektor moneter maupun
sector riil. Misalnya jika terjadi kenaikan harga-harga umum (inflasi), maka
respon kebijakan bank sentral (Bank Indonesia) adalah menaikan tingkat suku
bunga acuannya, selanjutnya kenaikan tersebut akan berpengaruh terhadap suku
bunga dipasar uang, misalnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)m, suku
bunga deposito dan suku bunga kredit (investasi, Modal dan konsumsi) yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap output (GDP) dan inflasi. Berikut hubungan
antara kenaikan harga umum (inflasi) terhadap suku bunga.
Unduh dan Baca selengkapnya makalah diatas dalam bentuk word [ DISINI ]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Inflasi adalah kecendruangan meningkatnya harga barang dan jasa
secara umum dan terus menerus
2.
Jenis-Jenis Inflasi
o Demand Pull Inflation
o Cost Push Inflation
o Bottle neck inflasi
3. Indeks harga Konsumen (IHK) merupakan
persentase yang digunakan untuk menganalisis tingkat/ laju inflasi. IHK juga
merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur inflasi di
Indonesia.
4.
Pertumbuhan uang dan inflasi menjadi salah satu
isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia
5.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai dalam menaikkan dan
menurunkan suku bunga yang semuanya harus berpihak pada kesejahteraan rakyat
dalam negeri sebagai prioritas utama
Unduh dan Baca selengkapnya makalah diatas dalam bentuk word [ DISINI ]
0 Response to "Makalah Inflasi, pertumbuhan uang, tingkat suku bunga dan pengangguran"
Post a Comment