Makalah terlengkap dan terupdate makalahku10 - Unduh Ilmu Kalam menurut H. M. Rasyidi dan Harun Nasution
Simak selengkapnya Ilmu Kalam menurut H. M. Rasyidi dan Harun Nasution
Unduh juga Makalah Hadits Keluarga Sakinah
Unduh juga Makalah Metodologi Penelitian Analisis Inferensial
Ilmu Kalam |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Ilmu kalam atau teologi sudah di
kenal sejak zaman Khulafaur Rasyidin, menurut Harun Nasution kemunculan
persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa
pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib.
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke
masa mengalami perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu
kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi yang berbeda-beda, sehingga
persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi itu sendiri semakin
serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu timbulnya
pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu
kalam itu sendiri.
Dengan adanya
permasalahan-permasalahan tentang ilmu kalam ini akan menambah wawasan keilmuan
bagi para tokoh pemikir itu sendiri maupun bagi orang-orang yang terlibat dalam
keilmuan tersebut. Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang
berbeda, maka banyak pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang
permasalahan ilmu kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah
akan di bahas teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu: H. M.
Rasyidi dan Harun Nasution. Akan tetapi dalam makalah ini akan di bahas hanya
terkait dengan teologi atau ilmu kalam kontemporer saja dan hanya terfokus pada
teologi dua tokoh yaitu: H. M. Rasyidi dan Harun Nasution.
B.
Ilmu Kalam Masa Kini.
Dewasa ini ilmu kalam
berkembang makin pesat seiring dengan perkembangan zaman yang mulai memunculkan
para tokoh kalam yang terkenal hingga sekarang.
Diantara tokoh – tokoh
tersebut yaitu H. M. Rasyidi dan Harun Nasution.
C.
H. M. Rasyidi
1. Sekilas
tentang H. M. Rasyidi
H.
M. Rasydi adalah lulusan lembaga pendidikan tinggi islam di Mesir yang
melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada.
Lepas dari retorika barat orang tak akan luput mendapati keseluruhan kontruksi
akademinya dibangun atas dasar unsur yang Ia dapatkan dari barat. Ia adalah
intelektual indonesia yang paling banyak memperoleh tidak hanya perkenalan,
tetapi juga penyerapan ramuan – ramuan intelektual dari gudang orientalisme.
Dialah yang berpengaruh dalam usaha mengirimkan para lulusan IAIN atau Sarjana
lainnya ke montreal sehingga banyak orang yang benar – benar harus
berterimakasih kepadanya. Apa yang telah dirintisnya itu kemudian diteruskan
dalam skala yang lebih besar dan penuh harapan oleh munawir Sjadzali.
2. Pemikiran
Kalam Rasyidi
Dapat
ditelusuri dari kritik – kritikan yang di alamatkan kepada Harun Nasution dan
Nurcholis Masdjid. Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan
sebagai berikut :
a. Tentang
perbedaan ilmu kalam dan teknologi
Rasyidi menolak
pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi.
Selanjutnya Rasyidi menelusuri sejarah kemunculan teologi. Menurutnya, orang
barat memakai istilah teologi untuk menunjukan tauhid atau kalam karena mereka
tak memiliki istilah lain. Teologi terdiri dari 2 ( dua ) perkataan, yaitu teo
artinya tuhan, dan logos artinyai ilmu. Teologi berarti ilmu ketuhanan. Adapun
timbulnya teologi dalam kristen adalah ketuhanan Nabi Isa, sebagai salah satu
dari Tri – Tunggal atau Trinitas. Kata teologi kemudian mengandung beberapa
aspek agama kristen diluar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam
kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
b. Tema
-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu
kalam Harun Nasution yang di kritik Rasyidi adalah deskripsi aliran – aliran
kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat islam sekarang,
khususnya indonesia. Rasyidi berpendapat bahwa menonjolkan perbedaan pendapat
antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah. Harun Nasution akan melemahkan iman para
mahasiswa. Rasyidi kemudian menegaskan pada saat ini, di barat sudah dirasakan
bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruknya. Buktinya adalah kemunculan
eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.
Rasyidi mengakui bahwa
soal – soal yang pernah diperbincangkan pada 12 adab yang lalu, masih ada yang
relevan untuk masa sekarang, adapula yang sudah tidak relevan. Pada waktu
sekarang Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakan oleh umat islam pada umumnya
adalah keberadaan Syi’ah.
c. Hakikat
iman
Kritikan Rasyidi
terhadap deskripsi iman yang diberikan Nurcholish Madjid, yakni “percaya dan
menaruh kepercayaan kepada tuhan. Dan sikap apresiatif kepada tuhan merupakan
inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut taqwa. Taqwa diperkuat
dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan. Apresiasi ke- Tuhan –an menumbuhkan
kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya
hamba dengan Tuhan”. Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju
bersatunya manusia dengan tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi
konsekuensial atau hubungan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam
masyarakat. Jadi yang lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah
kepercayaan, ibadah, dan kemasyarakatan.
D.
Harun Nasution
1. Sekilas
tentang Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari slasa, 23
september 1919 di Sumatera. Ayahnya, Abdul Jabbar Ahmad, adalah seorang ulama
yang mengetahui kitab – kitab jawi. Pendidikan formalnya dimulai di sekolah
Belanda HIS. Tujuh tahun di HIS ia meneruskan kembali ke MIK (Modern Islamietische Kweekschool) di
Bukit Tinggi pada tahun 1934. Pendidikanya lalu di teruskan ke Universitas Al –
Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al –Azhar, ia kuliah pula di Universitas Amerika
di Mesir. Pendidikannya lalu di lanjutkan ke MC. Gill, Kanada, pada tahun 1962.
Setibanya di tanah air pada tahun 1969,
Harun Nasution langsung mencemplungkan diri dalam bidang akademis dengan
menjadi dosen pada IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan pada Universitas Naional.
2. Pemikiran
Kalam Harun Nasution
a. Peranan
Akal
Secara
kebetulan, Harun Nasution memilih problematika akal dan sisten teologi muhammad
abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas McGill, Montreal,
Kanada. Besar kecilnya peran akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat
dinamis atau tidak – tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran islam. Harun
Nasution menulis “Akal melambangkan keku atan manusia. Karena akal manusia
mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan mahluk lain disekitarnya.
Bertambah tinggi akal manusia, bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah
rendah pula lah kesanggupannya menghadapi kekuatan – kekuatan lain tersebut”.
Akal
mempunyai kedudukan tinggi dan banyak di pakai, bukan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi dalam perkembangan ajaran – ajaran
keagamaan islam sendiri. Pemakaian akal dalam islam diperintahkan al – qur’an
sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya kalau ada penulis – penulis, baik di
kalangan islam sendiri maupun dikalangn non – islam.
b. Pembaharuan
Teologi
Pembaharuan
teologi yang menjadi predikat Harun Nasution, pada dasarnya dibangun di atas
asumsi bahwa keterblakangan dan kemunduran umat islam indonesia adalah
disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini, serupa dengan
pandangan kaum modernis lain pendahulungya (Muhammad Abdul, Rasyid Ridha,
Al-Afghani, Sayid Amer Ali dan lainnya) yang memandang perlu untuk kembali
kepada teologi islam yang sejati. Retorika mengandung pengertian bahwa umat
islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre – determinisme serta penyerahan
nasib membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Jika hendak
mengubah nasib umat islam, menurut Harun Nasution umat islam hendaknya mengubah
teologi mereka menuju teologi yang berwatak Free – will, rasional serta
mandiri. Tidak heran teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam
hasanah islam klasik sendiri yakni teologi muktazilah.
c. Hubungan
Akal dan Wahyu
Salah
satu fokus pemikiran Harun nasution adalah hubungan antara akal dan wahyu. Ia
menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi
keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
Al-Quran. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung
segala galanya. Wahyu bakan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.
Dalam
pemikiran islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang ilmu
fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal dipakai untuk memahami teks
wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interprestasi
terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi
interprestasi. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam islam adalah pendapat
akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.
Unduh Makalah diatas Selengkapnya [ DISINI ]
0 Response to "Ilmu Kalam menurut H. M. Rasyidi dan Harun Nasution"
Post a Comment