makalahku10 - Makalah Implementasi kebijakan moneter Di Indonesia
Halo sahabat makalahku10 dalam kesempatan ini admin akan membahas makalah ekonomi tentang Makalah Implementasi kebijakan moneter Di Indonesia.Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Langsung saja simak dan pahami makalah ini dengan baik dibawah ini.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil
oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi
pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya
peran pemerintah.
Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation
targeting) ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang
kuat. Makalah ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target
inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan
elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas kondisi ekonomi
nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga dipaparkan
tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Implementasi
Kebijakan Moneter pada Periode 1983-1997 ?
2.
Bagaimana Implementasi
Kebijakan Moneter pada Periode Pasca 1997 ?
3.
Apa masalah dalam
implementasi ?
4.
Apa indikator dalam
implementasi kebijakan moneter ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui Implementasi
Kebijakan Moneter
2.
pada Periode 1983-1997
3.
Untuk mengetahui Implementasi
Kebijakan Moneter
pada
Periode Pasca 1997
4.
Untuk mengetahui indikator
dalam implementasi kebijakan moneter
.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Periode 1983-1997
Perkembangan ekonomi
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh lingkungan perekonomian regional dan
lingkungan ekonomi global. Hingga decade tahun 1970 –an hamper semua Negara di
Asia melakukan pembatasan pagu kredit suku bunga krerdit dan capita inflow. Pembatasan-pembatasan
tersebut ditujukan untuk melindungi industri domestic dari pengaruh eksternal.
Kondisi tersebut mulai berbalik pada decade tahun 1980-an dimana semangat
liberalisasi dan keterbukaan mulai melanda dunia . untuk alas an itu, maka
pemerintah dan BI mengeluarkan serangkaian paket-paket deregulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pada awal 1980-an merupakan era awal liberalisasi sector
perbankan dan keuangan Indonesia.
Memasuki awal periode 1982/1983
perekonomian Indonesia mengalami tekanan yang cukup berat terutama disebabkan
oleh menurunnya harga minyak di pasaran dunia dan berlanjutnya resesi ekonomi
dunia yang berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian dalam negeri. Daya saing
produk Indonesia menurun karena nilai rupiah over valued akibat tingginya laju
inflasi dibandingkan dengan negara pesaing atau negara rekanan dagang utama
Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi semakin menurun tajam dan defisit neraca
pembayaran cukup besar. Untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia, maka
ditempuh beberapa kebijakan pengendalian moneter yang menuju ke arah mekanisme
pasar. Kebijakan tersebut diawali dengan mendevaluasi nilai tukar rupiah pada
30 Maret 1983 dari Rp 702,50 menjadi Rp 970 per USD guna mengembalikan daya
saing Indonesia. Selanjutnya, diambil langkah deregulasi di bidang keuangan dan
moneter berupa Paket Kebijakan 1 Juni 1983 dengan maksud utama untuk mendorong
kemandirian dunia perbankan.
Kebijakan 1 Juni 1983 atau lebih dikenal
dengan PAKJUN 83 merupakan awal deregulasi sektor moneter yang dimaksudkan
untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi perkembangan perbankan yang lebih
sehat di masa mendatang. Deregulasi perbankan ini berkaitan dengan sektor
perkreditan dan pengerahan dana.
Dari sisi moneter, inti dari kebijakan
tersebut adalah: (1) Kebebasan pada bank pemerintah untuk menetapkan suku bunga
deposito. Sebelumnya, suku bunga deposito ini masih diatur oleh Bank Indonesia;
(2) Ketentuan pagu kredit, yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu
instrumen intervensi langsung, dihapuskan. Sebagai gantinya, pemerintah
menggunakan instrumen tidak langsung yaitu penentuan cadangan wajib, operasi
pasar terbuka (OPT), fasilitas diskonto, dan moral suasion.
Hasilnya, selain telah meningkatkan
simpanan masyarakat di bank, Paket Juni 1983 (PAKJUN 83) telah memberikan
kontribusi positif terhadap kestabilan moneter, yang sejak saat itu
pengendalian moneter lebih mengutamakan penggunaan instrumen tidak langsung.
Dari segi pengendalian uang beredar,
kebijakan deregulasi 1 Juni 1983 ini telah mengubah mekanisme dan piranti
pengendalian moneter. Pemerintah tidak lagi melakukan intervensi langsung dalam
mengendalikan kebijakan moneter. Untuk keperluan operasi pasar terbuka (open
market operation), sejak bulan Februari 1984 Bank Indonesia menerbitkan
instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan menyediakan
fasilitas diskonto.
SBI merupakan instrumen moneter tidak
langsung yang diadakan untuk menyedot kelebihan uang beredar di masyarakat jika
kondisi moneter terlalu ekspansif. Unit Khusus Museum Bank Indonesia: Sejarah
Bank Indonesia 3 Perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang
dimiliki dengan membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan ke masyarakat.
Sebaliknya, untuk menambah uang beredar (ekspansi), sejak tanggal 1 Februari 1985,
Bank Indonesia menerbitkan pula instrumen OPT baru berupa Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU). Untuk tahap awal, jenis SBPU yang diperdagangkan terbatas pada
surat sanggup (aksep/promes) dan wesel. Instrumen ini digunakan dalam rangka
pelaksanaan pemberian kredit dan pinjaman antar bank.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
1984 cukup meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi inflasi terus
melaju cukup tinggi akibat devaluasi rupiah dan naiknya harga BBM pada awal
tahun 1984. Pada saat itu, beberapa bank tertentu bergantung pada dana Pasar
Uang Antar Bank (PUAB), sehingga BI bermaksud mengurangi ketergantungan
bank-bank terhadap PUAB dengan menetapkan batas maksimum bank untuk memperoleh
dana di PUAB serta menyediakan Fasilitas Kredit Khusus (FKK) dengan jangka
waktu satu tahun.
2.1.1 Reformasi Sektor Perbankan tahun 1988-1990
Reformasi sektor perbankan yang memang diarahkan ke sistem pasar
menuai implikasi yang luas terhadap industri perbankan tanah air. Salah satunya
adalah, sejak implementasi PAKTO 1988 jumlah aplikasi untuk mendirikan Bank
meningkat dengan tajam. Sebagian besar dari mereka berasal dari perusahaan atau
grup perusahaan yang menunggu untuk masuk dalam industri perbankan. Dalam
jangka waktu dua tahun, BI telah memberikan lisensi pada 73 bank komersil baru
dengan 301 cabang.
Tumbuhnya jumlah bank secara pesat telah mendorong peningkatan
kompetisi antar bank dalam mengumpulkan dana tabungan dan deposito dari
masyarakat. Namun karena kurangnya pengawasan dan supervisi yang kuat, aliran
modal tidak terdistribusi secara baik melainkan mengalir pada grup-grup atau
sektor usaha yang memiliki kedekatan khusus dengan pihak bank. Praktek-praktek
inilah yang pada akhirnya telah meningkatkan resiko kredit yang pada akhirnya
mendorong tingginya tingkat NPL dalam industri perbankan tanah air.
2.2 Periode Pasca 1997
Sebagaimana
penjelasan sebelumnya bahwa telah terjadi perubahan fundamental dalam
perekonomian Indonesia yaitu perubahan rezim nilai tukar dari managed floating
ke free floating. Dengan perubahan rezim tersebut, maka besaran nilai tukar
rupiah dilepaskan kemekanisme passer. Pelepasan ini dilatarbelakangin oleh
karena ketidak efektikpan nya kebijakan intervensi BI dipasar uang dan
kebijakan pelebaran band intervensi.
Sejak
diterapkan system nilai tukar free floating, nilai tukar rupiah mengalami
tekanan-tekanan yang berpengaruh terhadap semakin melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS. Pada awal agustus 1997 Rupiah mencapai Rp. 2.650/dolar AS
dan pada tahun 1998 rupiah mengalami depresi hingga mencapai sekitar
Rp.15.000/Dolar AS. Sementara itu tingkat inflasi mencapai 77% pada tahun 1998
dan suku bunga juga meningkat hingga kisaran 60%.
2.2.1 Pemulihan Ekonomi
Melalui Kebijakan Moneter
Kestabilan
harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa
itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan
terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama
kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan
memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi
Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga dan kestabilan
nilai tukar rupiah.
Untuk
mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan
kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang
beredar. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang
primer sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
Dengan
jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu
M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang
beredar yang terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa
selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional
sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.
Dengan
menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank
Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun 1998,
menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter.
Kebijakan moneter ketat tersebut tercermin pada pertumbuhan tahunan sasaran
indikatif uang beredar yang terus ditekan dari level tertinggi 30,13% pada
tahun 2000 menjadi 9,58% pada tahun 2001. Kebijakan moneter ketat terpaksa
dilakukan karena dalam periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat
sangat tinggi dan jumlah uang beredar meningkat sangat pesat.
Di
tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah, upaya
memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong kenaikan suku bunga
domestik secara tajam. Suku bunga yang tinggi diperlukan agar masyarakat mau
memegang rupiah dan tidak membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak
serta tidak menggunakannya untuk membeli valuta asing..
Suku
bunga SBI bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark) bagi
bank-bank terus menurun dari level tertinggi 35,52% pada tahun 1998 menjadi
7,43% pada akhir April 2004.
Penurunan
suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang
antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama
Suku bunga kredit (kredit modal kerja) pun mengalami penurunan meskipun tidak
secepat dan sebesar penurunan suku bunga simpanan perbankan.
Penurunan
laju inflasi, penguatan nilai tukar rupiah, dan penurunan suku bunga membentuk
suatu lingkaran yang saling memperkuat sehingga membuka peluang bagi pemulihan
ekonomi.
2.2.2 Kebijakan Moneter Bank
Indonesia Pasca UU No. 23/99
Dari
sisi pengelolaan moneter, krisis ekonomi sesungguhnya telah
melahirkan suatu pemikiran ulang bagi peran Bank Indonesia yang seharusnya
dalam perekonomian, dan sekaligus perannya dalam institusi kenegaraan di
Republik ini. Pengalaman tersebut telah memberikan suatu pelajaran yang sangat
berharga bahwa bank sentral dengan segala keterbatasan yang dimilikinya harus
kembali kepada fungsi utamanya sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap
kestabilan nilai mata uang yang dikeluarkannya. Dari pengalaman itu pula yang
kemudian melahirkan persetujuan DPR atas Undang Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia yang mengamanatkan suatu perubahan yang sangat mendasar
dalam hal pengelolaan moneter. Dalam UU tersebut, pemikiran ulang ini
diformulasikan dalam suatu tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus
dibandingkan dengan UU sebelumnya, yaitu “mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah”.
Pasal 7
dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan tujuan
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai sasaran kebijakan
moneter.
Bagi
masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting
khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi
seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat
menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan
dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan
bisnis dan dengan demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian
dalam jangka panjang. Bagi banyak ekonom, telah terbentuk semacam kesepakatan
bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang.
2.3
Masalah Dalam Implimentasi
Penentuan tujuan kebijakan moneter
seperti pertumbuhan inflasi serta neraca pembayaran yang sehat hanyalah
merupakan salah satu bagian dari kebijakan moneter. Masih banyak masalah yang
perlu dipecahkan terutama dalam hal implementasinya. Masalah ini mencakup,
pertama bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk
mencapai sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output, employment serta
harga. Kedua mereka harusmenentukan bagaimana caranya mengatur/ mengubah
instrument kebijakan moneter (seperti cadangan minimum, politik diskonto serta
jual beli surat berharga) agar suapaya kebijakaan moneter tercapai.
2.3.1 Beberapa Masalah Dalam
Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Masalah pertama menyangkut pilihan mengenai apa yang
sebaiknya dijadikan sebagai “sasaran antara” atau (intermediate target) bagi
kebijakan moneter. Masalah kedua berkaitan dengan pilihan mengenai konsep “uang
beredar” yang mana yang paling baik sebagai sasaran. Masalah ketiga adalah
mengenai pilihan apakah kebijaksanaan moneter perlu dilaksanakan secara aktif,
atau lebih bersifat “otomatis” dengan mengikuti aturan umum tertentu, dan
masalah keempat berkaitan dengan perkembangan baru didalam teori kebijakan
moneter dan kebijaksanaan ekonomi makro pada umumnya.
a.
Tingkat Bunga Atau Ungan Beredar
Sasaran akhir jangka pendek dari baik dari kebijaksanaan
moneter maupun fiscal adalah menjaga keseimbangan dari perekonomian, yaitu agar
tercapai inflasi yang rendah, tingkat kegiatan ekonomi produksi yang tinggi
serta neraca pembayaran yang seimbang.
Ini merupakan tujuan yang “ideal” dari kebijaksanaan ekonomi
secara keseluruhan. Tentu tidak semua aspek dari sasaran ini akan dicapai
secara penuh dan sekaligus dalam kenyataan. Dalam usaha pencapaian sasran akhir
tersebut, kebijaksanaan moneter dengan pengaruhnya pada ketiga aspek sasaran
akhir tersebut adalah panjang, sehingga akan sangat terlambat seandainya
terjadi kesalahan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan hanya bisa diubah setelah
hasil akhir telah diamati.
Tingkat
suku bunga yang stabil menunjukan bahwa situasi pasar uang adalah tenang dan
bahwa ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Oleh sebab itu
memelihara kestabilan tingkat bunga bukanlah berarti bunga pada tingkat
tertentu.
b.
Bank Indonesia
memiliki
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini
sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka
kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter
(Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang
mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam
mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia
juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar
yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan
untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter
(seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju
inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian
sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan
tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter
berdasarkan Prinsip Syariah.
Kebijakan Moneter, Kondisi ekonomi negara Indonesia pada
masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan
kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa.
Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos
yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa
open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah
dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan
internasional.
c.
Teori Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang
dijumpai dihampir semua Negara di dunia adalah inflasi. Defenisi singkat
mengenai inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk menaikkan harga
secara umum dan terus-menerus (Boediono). Kecendrugan kenaikan harga terjai
karena adanya musiman dan adanya hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja.
Kenaikan semacam ini dianggap sebagai masalah atau penyakit
ekonomi. Perkataan “kecendrungan” dalam defenisi inflasi perlu digaris bawahi.
Kalau seandainya harga-harga dari dari sebagian besar barang diatur atau ditentukan
oleh pemerintah, maka harga yang dicatat oleh biro statistic mungkin tidak
menunjukkan kenaikan kenaikan apa pun (karena yang dicatat adalah harga “resmi”
pemerintah).
2.4 Indikator Dalam Implementasi
Kebijakan Moneter
Indikator kebijakan moneter adalah vareabel ekonomi yang
memberikan informasi tentang herakan atau perubahan dalam sector riil apakah
sudah bergerak kearah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indicator sebenarnya merupakan pemilihan vareabel moneter
yang secara konsisten memberikan informasi tentang pengaruh kebijakan moneter
terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti (dapat
diperkirakan) antara indicator tersebut dengan tujuan atau sasaran
kebijaksanaan moneter.
2.4.1
Indikator Kebijakan Moneter
Indikator adalah
variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi keseimbangan pasar uang. Ada dua
pilihan variabel yang dapat digunakan, yaitu tingkat suku bunga (interest
rate) dan jumlah uang beredar (monetary aggregate). Baik
suku bunga maupun jmlah uang beredar, selain sebagai indikator juga berfungsi
sebagai ‘sasaran antara’ yang ingin dikontrol oleh bank sentral dalam rangka
mencapai target akhir yang telah ditetapkan.
1.
Pilihan
suku bunga.
Kebijakan moneter akan
mempengaruhi suku bunga sedemikian rupa sehingga tetap stabil, sedangkan jumlah
uang beredar akan bergejolak naik dan turun demi mempertahankan suku bunga
tetap pada tingkat yang diinginkan. Bergejolaknya jumlah uang beredar dapat
mengakibatkan terganggunya kestabilan harga.
2.
Pilihan
uang beredar.
Pilihan uang beredar
sebagai indikator akan memberikan dampak positif yaitu tingkat harga stabil
karena apabila jumlah uang beredar bergejolak, bank sentral akan melakukan
tindakan kontraksi atau ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan
relatif konstan pada suatu jumlah yang ditetapkan. Namun, kebijakan ini akan
mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak permintaan akan uang tidak
diimbangi oleh penawaran akan uang.
Berikut pilihan suku bunga (interest
rate) dan jumlah uang beredar (monetary aggregate) sebagai
indikator kebijakan moneter dengan diagram Hicksian IS-LM.
asumsi: tidak terjadi gejolak pasar uang
dan pasar barang
Yf = tingkat
pendapatan pada tingkat kesempatan kerja penuh.
indikator suku bunga = indikator monetery
aggregate
asumsi:
terjadi gejolak di pasar barang, tidak terjadi gejolak
di
pasar uang
Indikator
suku bunga: Y1 – Y4
Indikator monetery
aggregate: Y2 – Y3
Pilihan
indikator monetery aggregate lebih baik
asumsi:
tidak terjadi gejolak di pasar barang, terjadi gejolak
di
pasar uang
Indikator
suku bunga: Y2 = Yf
Indikator monetery
aggregate: Y1 – Y3
Pilihan
indikator suku bunga lebih baik
asumsi: gejolak
di pasar barang > gejolak di pasar uang
Indikator
suku bunga: Y1 – Y4
Indikator monetery
aggregate: Y2 – Y3
Pilihan
indikator monetery aggregate lebih baik
asumsi: gejolak
di pasar uang > gejolak di pasar barang
Indikator
suku bunga: Y2 – Y3
Indikator monetery
aggregate: Y1 – Y4
Pilihan
indikator suku bunga lebih baik
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Dari
sisi moneter, inti dari implementasi kebijakan moneter tersebut adalah: (1)
Kebebasan pada bank pemerintah untuk menetapkan suku bunga deposito.
Sebelumnya, suku bunga deposito ini masih diatur oleh Bank Indonesia; (2)
Ketentuan pagu kredit, yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu instrumen
intervensi langsung, dihapuskan..
2.
Sejak diterapkan system nilai tukar free floating, nilai tukar
rupiah mengalami tekanan-tekanan yang berpengaruh terhadap semakin melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal agustus 1997 Rupiah mencapai
Rp. 2.650/dolar AS dan pada tahun 1998 rupiah mengalami depresi hingga mencapai
sekitar Rp.15.000/Dolar AS. Sementara itu tingkat inflasi mencapai 77% pada
tahun 1998 dan suku bunga juga meningkat hingga kisaran 60%.
3.
Masalah
dalam implementasi
kebijakan moneter
ini mencakup, pertama bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak
dituju untuk mencapai sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output,
employment serta harga. Kedua mereka harusmenentukan bagaimana caranya
mengatur/ mengubah instrument kebijakan moneter (seperti cadangan minimum,
politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar suapaya kebijakaan
moneter tercapai..
4.
Indikator
adalah variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi keseimbangan pasar uang. Ada
dua pilihan variabel yang dapat digunakan, yaitu tingkat suku bunga (interest
rate) dan jumlah uang beredar (monetary aggregate).
Sekian penjelasan makalah Implementasi kebijakan moneter Di Indonesia dapat anda unduh dalam bentuk word [ DISINI ]
Baca juga makalah ekonomi lainya tentang Makalah Dasar-dasar teori tingkat bunga
Sekian penjelasan makalah Implementasi kebijakan moneter Di Indonesia dapat anda unduh dalam bentuk word [ DISINI ]
Baca juga makalah ekonomi lainya tentang Makalah Dasar-dasar teori tingkat bunga
0 Response to "Makalah Implementasi kebijakan moneter Di Indonesia"
Post a Comment