BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bekerja merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia,
banyak sektor-sektor pekerjaan yang bisa kita lakukan salah satunya adalah pada
sektor pertanian. Masyarakat pedesaan yang pada umumnya hanya menggantungkan
hidupnya dari hasil pertanian, dimana taraf kesejahteraan mereka berbeda-beda.
Sebagian dari mereka ada yang memiliki lahan sendiri untuk digarap, yang
luasnya bervariasi. Tapi ada juga yang tidak memiliki lahan sendiri untuk
digarap sehingga untuk mencukupi kebutuhannya, mereka bekerjasama dengan yang
memiliki lahan untuk menggarap lahan pertaniannya dengan imbalan bagi hasil.
Namun ada juga mereka yang telah memiliki lahan sendiri, dikarenakan lahannya
sedikit maka hasilnya belum mencukupi kebutuhan hidupnya, untuk menambah
penghasilan mereka juga bekerja di lahan milik orang lain dengan imbalan bagi
hasil pertanian. Terdapat juga pemilik yang mempunyai beberapa bidang tanah tetapi
tidak dapat menggarapnya karena suatu sebab sehingga penggarapannya diwakili
orang lain dengan mendapat sebagian hasilnya. Kondisi seperti ini pada umumnya
terlihat pada masyarakat pedesaan kita saat ini. Dari beberapa permasalahan ini
ada baiknya kita rangkaikan menjadi suatu kesatuan yang saling memenuhi atau
membutuhkan antara permasalahan yang satu dengan yang lainnya yaitu dalam
bentuk kerjasama bagi hasil.
B.
Rumusan
Masalah
Dari permasalahan di atas Islam mempunyai solusi salah satunya memanfaatkan
lahan pertanian dengan sistem muzara’ah. Jadi pembahasan makalah kami
kali ini adalah Muzara’ah Dalam Ekonomi Pertanian Islam, yang kami buat
rincian sebagai berikut:
1.
Pengertian muzara’ah
2.
Dasar hukum atau dalil muzara’ah
3.
Rukun dan syarat muzara’ah
4.
Perbedaan pendapat tentang muzara’ah
5.
Implikasi atau dampak dari sistem muzara’ah
6.
Berakhirnya akad muzara’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muzara’ah
Menurut bahasa, al-muzara’ah memiliki dua arti, pertama adalah tharh
al-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah al-hadzar (modal).
Makna yang pertama adalah makna majas dan makna yang kedua ialah makna hakiki. “Al-Muzara’ah menurut bahasa adalah muamalah
terhadap tanah dengan (imbalan) sebagian apa yang dihasilkan darinya”. Sedangkan
yang dimaksud di sini adalah memberikan tanah kepada orang yang akan
menggarapnya dengan imbalan ia memperoleh setengah dari hasilnya atau yang
sejenisnya.
Menurut
istilah muzara’ah didefiniskan oleh para ulama seperti yang dikemukakan
oleh Abd al-Rahman al-Jaziri, yang dikutif oleh Hendi Suhendi adalah sebagai
berikut:
“Menurut
Hanafiah muzara’ah ialah akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang
keluar dari bumi. Menurut Hambaliah muzara’ah adalah pemilik tanah yang
sebenarnya menyerahkan tanahnya untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit.
Menurut al-Syafi’i berpendapat bahwa muzara’ah adalah seorang pekerja
menyewa tanah dengan apa yang dihasilkan dari tanah tersebut. Dan menurut
Syaikh Ibrahim al-Bajuri bahwa muzara’ah adalah pekerja mengelola tanah
dengan sebagian apa yang dihasilkan darinya dan modal dari pemilik tanah”.
Menurut Sulaiman Rasyid, muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain)
seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga
atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik
tanah. Sementara mukhabarah adalah mengerjakan tanah (orang lain)
seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga, atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung
orang yang mengerjakannya.
Jadi muzara’ah menurut bahasa berarti muamalah atas tanah dengan
sebagian yang keluar sebagian darinya. Dan secara istilah muzara’ah
berarti kerjasama antara pemilik lahan dengan petani penggarap dimana pemilik
lahan memberikan tanah kepada petani untuk digarap agar dia mendapatkan bagian
dari hasil tanamannya. Misalnya seperdua, sepertiga, lebih banyak atau lebih
sedikit dari pada itu.
Unduh dan Baca Selengkapnya [ DISINI ]
0 Response to "Makalah Fiqih tentang Muzara'ah"
Post a Comment